Menurut Tymu, saat bekerja suami istri tersebut sering mendapatkan hukuman sampai memar dibagian pantat dan lengan dengan dipukul memakai tongkat, serta disetrum karena dianggap tidak memenuhi target yang ditentukan.
“Awalnya mereka takut untuk melapor karena trauma ada yang pernah melaporkan ke KBRI dan diketahui oleh pihak perusahaan kemudian disiksa dan dikurung diruang gelap. Namun, merasakan hidup dengan tekanan dan siksaan yang dialami setiap harinya, mereka memberanikan diri untuk mencari bantuan dan melaporkan keadaan tersebut,” kata Tymu.
“Mereka mendapat kontak person dari Facebook resmi SBMI Lampung yang kemudian menghubungi kakak korban untuk memastikan. Setelah itu kakak korban menghubungi SBMI Lampung dan selang beberapa hari, kakak korban ini kemudian datang ke Sekretariat SBMI yang ada di Margototo, Metro Kibang, untuk menceritakan kasus yang dialami suami istri tersebut,” lanjutnya.
Setelah menceritakan peristiwa yang dialami keluarganya, kata Tymu, pada 21 Oktober 2024, kakak korban menyerahkan kasus ini untuk didampingi SBMI Lampung dan meminta bantuan agar adiknya bisa pulang.
Korban kemudian berkordinasi dengan pihak SBMI Lampung dan mengirimkan identitas diri maupun bukti yang akan didamping SBMI ke Kemenlu, bagian PWNI dan KBRI Yangon.
“Selain kasus di Myanmar ini, juga ada 8 orang di daerah Pardasuka, Pringsewu yang juga mengalami online scamming di Negara Kamboja. Awalnya dijanjikan sebagai admin crypto di Thailand. Namun, kemudian dikirim ke Kamboja menjadi admin Facebook untuk dipaksa menipu,” ujar Tymu.
Tymu berharap dengan adanya berbagai kasus tersebut, ke depan ada upaya bersama untuk meminimalisir kasus online scamming maupun TPPO lain. Menurutnya, butuh kerja keras menyadarkan warga Lampung agar Ketika bekerja ke luar negeri dengan prosedur yang benar.
“Waspadai adanya iming-iming dari pihak manapun yang menjanjikan kerja dengan proses cepat dan gaji besar tanpa memprioritaskan sertifikasi skill calon pekerja,” terangnya.
Ia mengingatkan bahwa lebih baik bekerja dengan prosedur yang benar walaupun sedikit lama prosesnya, namun bekerja sesuai aturan yang ditentukan akan meminimalisir kemungkinan kasus migrasi dan TPPO.
“Kita meyakini selain 2 warga kota Bandar Lampung dan 8 warga yang menjadi korban online scamming tersebut, masih banyak warga Lampung yang menjadi korban dan belum terdeteksi. Mereka tidak mengenal status Pendidikan, bahkan ada yang lulusan perguruan tinggi banyak yang terjebak di kasus ini,” pungkasnya.
(And/P1)