Lampung77.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap penyebab cuaca panas dan gerah di sejumlah wilayah Indonesia.
Plt. Deputi Klimatologi BMKG, Urip Haryoko mengatakan suhu udara panas dan sumuk dirasakan di beberapa tempat di Sumatera dan Indonesia bagian selatan pada awal Mei 2022.
Berdasarkan rilis BMKG pada 8 Mei 2022, dilaporkan suhu panas terjadi di beberapa wilayah Indonesia dan menimbulkan kepanikan masyarakat karena dikaitkan dengan kejadian gelombang panas yang tengah terjadi di India. Kejadian suhu panas banyak dikeluhkan masyarakat pada saat libur lebaran dan hari-hari setelahnya.
Dari catatan data BMKG, kata Urip, pada periode tersebut setidaknya 2 hingga 8 stasiun cuaca BMKG melaporkan suhu udara maximum lebih dari 35 derajat celcius. Stasiun cuaca Kalimaru (Kaltim) dan Ciputat (Banten) bahkan mencatat suhu maksimum sekitar 36 derajat celcius berurutan dalam beberapa hari.
BMKG sebelumnya sudah menjelaskan bahwa kejadian suhu panas di Indonesia tidaklah dikategorikan sebagai gelombang panas seperti di India karena tidak memenuhi definisi kejadian ekstrim meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO) yaitu anomali lebih panas 5 derajat dari rerata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi dan setidaknya sudah berlangsung dalam 5 hari.
“Gelombang panas umumnya juga terjadi dalam cakupan yang luas yang diakibatkan oleh sirkulasi cuaca tertentu sehingga menimbulkan penumpukan massa udara panas,” kata Urip, dalam keterangannya seperti dikutip dari Grup WhatsApp BMKG Maritim Lampung, Selasa (17/5/2022).
Menurut Urip, meningkatnya suhu dirasakan lebih panas atau terik dari biasanya pada bulan Mei ini sebenarnya adalah hal yang wajar. Dalam analisis klimatologi, sebagian besar lokasi-lokasi pengamatan suhu udara di Indonesia menunjukkan dua puncak suhu maksimum, yaitu pada bulan April/Mei dan September.
“Hal itu memang terdapat pengaruh dari posisi gerak semu matahari dan juga dominasi cuaca cerah awal atau puncak musim kemarau. Suhu maksimum sekitar 36 derajat celcius juga bukan merupakan suhu tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia, karena rekor suhu tertinggi yang pernah terjadi adalah 40 derajat celcius di Larantuka (NTT) pada 5 September 2012 lalu. Namun, anomali suhu yang lebih panas dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Indonesia mengindikasikan faktor lain yang mengamplifikasi periode puncak suhu udara tersebut,” jelas urip.
Sirkulasi Massa Udara
Ia mengatakan sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa sehingga mengamplifikasi Mei yang panas.
“Kondisi udara yang terasa panas dan tidak nyaman dapat disebabkan oleh suhu udara yang tinggi. Suhu udara tinggi terjadi pada udara yang kelembapannya tinggi maka akan terkesan sumuk, sedangkan bila udaranya kering (kelembapan rendah) maka akan terasa terik dan membakar,” ujarnya.
Analisis iklim dasarian pada periode 1-10 Mei 2022, lanjut Urip, menunjukkan lebih hangatnya suhu muka laut di wilayah Samudera Hindia barat Sumatera dan Laut Jawa. Hal ini akan menambah suplai udara lembab akibat penguapan yang lebih intensif dari permukaan lautan. Sementara itu, analisis sirkulasi angin menunjukkan adanya pusaran kembar (double vortex) di bagian utara dan selatan belahan bumi sebelah barat Sumatera sebagai manifestasi dari aktifnya gelombang atmosfer MJO (Madden Julian Oscillation) di area tersebut.
“Di sisi lain, di atas Pulau Kalimantan juga muncul vortex meskipun lebih lemah. Kondisi itu menyebabkan angin di atas sebagian wilayah Jawa dan Sumatera menjadi lemah dan cenderung stabil, sehingga udara yang lembab dan panas cenderung tertahan tidak bergerak ke mana-mana,” kata dia.
Perubahan Iklim dan Tren Kenaikan Suhu
Urip menambahkan, kejadian suhu harian yang tinggi di Indonesia sering dikaitkan sebagai akibat perubahan iklim. Pernyataan tersebut tidaklah salah meskipun juga tidak dapat dibenarkan sepenuhnya.
Dalam setiap satuan kejadian cuaca, kata Urip, tidak dapat diatribusikan secara langsung ke pemanasan global atau perubahan iklim. Perubahan iklim harus dibaca dari rentetan data iklim yang panjang, tidak hanya dari satu kejadian.
“Namun begitu, tren kejadian suhu panas dapat dikaji dalam series data yang panjang apakah terjadi perubahan polanya baik magnitudo panasnya maupun keseringan kejadiannya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, analisis pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir menunjukkan peningkatan suhu permukaan dengan laju yang bervariasi.
Secara umum tren kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami tren kenaikan lebih dari 0.3 derajat celcius per dekade.
“Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi diketahui terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur (0.9 derajat per dekade), sedangkan laju terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima (0.01 derajat per dekade). Suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0.40-0.47 derajat per dekade,” jelasnya.
Dari analisis tersebut, Urip mengungkapkan bahwa kejadian suhu udara panas kali ini memang dipengaruhi oleh faktor klimatologis yang diamplifikasi oleh dinamika atmosfer skala regional dan skala meso inilah yang menyebabkan udara terkesan menjadi lebih sumuk.
“Namun, BMKG sekali lagi juga meyakinkan bahwa kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrim yang membahayakan seperti gelombang panas “heatwave”, meskipun masyarakat tetap dihimbau untuk menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan,” pungkasnya.
Baca Juga: BMKG Ingatkan Waspada Banjir Rob di Pesisir Bandar Lampung
(Rls/Yar/P1)