Lampung77.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menyebut korupsi bisa terjadi di segala sektor kehidupan, mulai dari korupsi pada pembangunan infrastuktur, layanan kesehatan, pendidikan, hingga saat pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Setiap orang yang ingin mengikuti pemilu/pilkada justru butuh biaya mahal. Harus menyiapkan biaya lebih untuk pencalonannya, meski sering pula dibiayai oleh sponsor,” kata Firli, dalam keterangannya saat rapat koordinasi (rakor) program pencegahan korupsi terintegrasi di Aula Gedung Pusiban, Kantor Gubernur Lampung, Senin (25/4/2022).
Firli menjelaskan para sponsor tersebut memberikan uang lantaran ada timbal balik ketika kandidatnya terpilih. Sehingga kepala daerah tersebut seperti “membayar hutang” pemilihan dengan menggunakan uang yang sumbernya dari APBD atau APBN.
Belum lagi, kata Firli, DPRD meminta “uang jasa” kepada kepala daerah saat dalam pembahasan anggaran; kemudian kepala daerah melalui sekretaris daerah meminta uang kepada kepala dinas; lalu kepala dinas meminta uang kepada pemborong. Menurutnya, hal ini seperti lingkaran, terus berlanjut tidak terputus.
“Ini fakta yang terjadi di lapangan. Untuk itu, KPK mendalami mengapa korupsi masih ada. Apakah pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum efektif. Bagaimana pengawasannya, bagaimana punishment, apakah menimbulkan efek jera, dan bagaimana sistem serta regulasinya. Apakah masih ada celah korupsinya,” tegas Firli.
Firli merinci, praktik korupsi yang paling banyak terjadi adalah gratifikasi atau suap. Penyebabnya adalah banyak masyarakat yang tidak tahu, ketika menerima gratifikasi atau suap dianggap sebagai suatu rezeki. Disinilah, peran pencegahan korupsi harus lebih diefektifkan melalui sosialisasi nilai-nilai antikorupsi.
“Oleh karenanya KPK selalu berupaya bagaimana mengkampanyekan nilai-nilai antikorupsi. Mulai dari pendidikan antikorupsi sejak dini, hingga ajakan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran supaya tidak korupsi,” pungkas Firli.
Baca Juga: KPK Imbau Pegawai Pemerintah Tak Gunakan Fasilitas Dinas Buat Kepentingan Pribadi
(Rls/Yar/P1)