LAMPUNG77.com – Industri hotel di Lampung kini tengah ketar-ketir. Pendapatan hotel anjlok dan okupansi jeblok yang berpotensi terhadap ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Provinsi Lampung, Lekat Rahman menyebutkan bahwa pendapatan hotel didominasi kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions) yang umumnya didapat dari acara-acara pemerintah.
Sedangkan kondisinya saat ini, kata Lekat, kegiatan MICE pemerintah ditiadakan dampak penghematan anggaran dari adanya kebijakan Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD TA 2025. Hal ini membuat pendapatan hotel pun menyusut tajam.
“Hotel masih sangat menggantungkan diri pada penggunaan anggaran pemerintah. Kita di bidang MICE itu kan penggunaan anggaran pemerintah dan biasanya dari April dan Mei seperti sekarang ini harusnya sudah mulai adakan kegiataan MICE. Kegiatan-kegiatan itu mendominasi separuh dari pendapatan hotel,” kata Lekat, kepada Lampung77.com, Rabu (30/4/2025).
“Sedangkan (pendapatan) selebihnya didapat seperti dari hunian hotel atau tamu kamar. Jadi, hotel itu masih mengandalkan dari kegiatan MICE, namun kaitannya semenjak adanya penghematan anggaran, semua kegiatan itu ditiadakan. Otomatis pendapatan hotel 40 persennya hilang karena tidak ada kegiatan. Berarti kita hanya mengandalkan tamu-tamu personal yang hanya tamu kamar. Kalaupun ada kegiatan event itu swasta, sementara kegiatan swasta itu kita tidak bisa memasang target sekian karena tidak rutin atau terjadwal,” lanjutnya.
Baca Juga: 7 Aktivitas Seru Liburan Keluarga di Taman Wisata Lembah Hijau Lampung
Lekat mengatakan bahwa pendapatan hotel secara akumulatif bisa dikatakan hilang sekitar 50 persen. Menurutnya, secara okupansi hotel, break even point sebesar 40-50 persen baru menutupi biaya operasional.
“Sekarang ini kondisinya di month to date di bawah 40 persen. Itu untuk biaya operasional saja tidak ketutup, apalagi mau dapat untung. Kalau ini masih terus berlangsung, strategi di perusahaan untuk bisa bertahan adalah pengurangan karyawan atau re-schedule jam kerja karyawan guna menutupi biaya operasional saja, itu pun tidak bicara untung,” ungkapnya.
“Kalau Kondisi ini terus terjadi, bahkan bukan tidak mungkin hotel akan tutup. Karena jangankan untung, biaya operasionalnya saja tidak menutupi,” lanjutnya.
Ia menuturkan bahwa sejak awal April 2025 ini, industri hotel di Lampung telah merasakan dampaknya dan diprediksi imbasnya akan semakin bertambah pada Mei dan Juni 2025.
Lekat berharap dengan kondisi saat ini ke depan ada kebijakan dari pemerintah berupa win-win solution terhadap kesulitan yang kini tengah dihadapi industri hotel.
“Harapannya mudah-mudahan kebijakan Inpres ini sifatnya temporer atau untuk sementara waktu dan ke depannya bisa berangsur normal. Kemudian, pemerintah daerah juga kami berharap ada atensi, mungkin memberikan kebijakan soal pajak untuk membantu industri hotel agar tetap beroperasional,” harapnya.
“Bukan kita tidak mendukung pemerintah, tapi di lain sisi kondisi kita seperti ini. Jadi butuh win-win solution untuk industri perhotelan, seperti tadi mungkin pajak ditangguhkan sementara untuk menutupi biaya operasional,” pungkas Lekat.
(Yar/P1)